Pages

Bianglala, Pendar Lampu, dan Dia

Monday, 10 October 2016

Taken by aroktavia
Momentum itu hadir hanya sekali tanpa bisa diulang. Sebagaimana menyaksikan langit senja di atas bianglala. Satu putaran, warna biru langit itu mulai berubah. Dua putaran, semburat oranye itu tampak malu-malu memunculkan warnanya di tengah keramaian. Tiga putaran, semburat oranye itu kembali sembunyi memilih untuk pulang bersama kesunyian. Empat putaran, kekosongan itu hadir meninggalkan momentum yang tercipta. Kekosongan yang hadir setelahnya tinggal menjadi kenangan.

Momentum hadir berulang kali dalam hidup dan pergi juga berulang kali. Tidak ada yang abadi. Tidak ada yang pasti dan tidak ada yang konstan. Bianglala itu terus berputar. Keindahan diperolah dari pergerakannya. Bukan diamnya yang sepi. 

Katanya, bianglala lebih cocok dinikmati menjelang senja. Keindahan akan lebih terasa katanya. Lalu aku mencobanya. Menaiki bianglala saat senja. Sayang, bukan semburat oranye yang membuatku terpana kala itu. Melainkan pendar lampu yang hadir pada momentum itu.

Taken by aroktavia
Cahaya lampu dari perumahan, gedung-gedung, maupun jalanan menjadi hal biasa yang hadir setiap hari. Mungkin menjadi hal biasa yang terlewatkan. Mungkin juga menjadi hal tak penting karena terlalu sering hadir. Namun, pada momen tertentu, cahaya yang berpendar dari lampu itu memberikan sihir yang ajaib, yang mungkin menyentuh dan menenangkan hati.

Aku pun percaya, seperti itu pula lah manusia berinteraksi. Pada momen tertentu seseorang akan terasa spesial. Hadir bagai pendar lampu yang temaram di kegelapan. Mengubah yang tesingkirkan menjadi punya tempat spesial. Sebagaimana momentum yang tercipta saat menaiki bianglala dan kenangan yang melekat setelahnya.


1 comment:

  1. sesuatu yg biasa bisa jadi istimewa jika dilihat dari perspektif yang berbeda :)

    ReplyDelete

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS