Hari Senin kemarin menjadi hari pertama saya kuliah lagi setelah dua
minggu meliburkan diri karena cacar. Ngomong-ngomong soal cacar, kemarin itu
adalah pertama kalinya saya kena cacar. Rasanya? Gak enak, sakit dan bekasnya
itu bikin saya insecure. Menurut teman
saya yang berkuliah di jurusan kedokteran, cacar yang menyerang orang dewasa
memang lebih menyakitkan *cry*.
Pertama kali kuliah lagi saya merasa deg-degan. Antara khawatir kesiangan
(kemarin itu macet parah pake banget), grogi mau presentasi dan takut
ditanya-tanya soal bekas luka yang banyak banget di wajah saya. Dua hari
berturut-turut kuliah, saya selalu menggunakan masker penutup wajah. Saya gak
suka aja ada orang yang ngeliatin wajah saya. Gara-gara cacar ini kepercayaan
diri saya menurun cukup drastis.
Sejujurnya saat awal sakit cacar, saya itu nangis-nangis kesel karena
ketularan cacar keponakan saya. Intinya saya menyalahkan dia. Parah sih ya, gak
boleh ditiru. Saya menyesal kena cacar karena saya manja kalau sakit. Biasanya
selalu ada Ibu yang menjaga saya tapi sekarang saya tinggal dengan kakak dan
dua keponakan saya. Bisa bayangkan betapa repotnya. Jadi ya saya gak bisa
manja-manja sama siapapun.
Namun, terlepas dari sakit yang saya rasakan, bekas luka yang tertinggal
jelas, dan tugas yang menumpuk banyak, saya tetap bersyukur diberi kesembuhan.
Bayangkan kalau saya gak sembuh-sembuh, bisa-bisa saya gak ikut UAS. Saya juga
bersyukur dapat cacar sekarang, coba bayangkan kalau saya cacar saat
penelitian, mau sidang, saat kerja, atau saat saya pergi jauh.
Memang cacar ini perlu disyukuri bagaimanapun menyiksanya. Saya tipikal orang yang percaya, ada pulau yang akan kita tuju setelah mendayung begitu jauh. Akan ada hikmah dari setiap hal yang kita dapatkan.