|
Milana - Foto oleh saya |
Saya bukan pengagum senja. Saya mengagumi langit tapi tidak dengan langit senja. Alasannya sederhana, senja terlalu
overrated. Secara subjektif, saya lebih suka langit berwarna biru terutama langit saat pukul 10 pagi dan 2 siang.
Kembali lagi pada senja. Senja yang tidak begitu saya sukai membuat saya menghindari hal-hal yang berkaitan dengan senja. Semisal tema atau judul buku. Percayalah di luar sana sangat banyak penulis yang menjadikan senja sebagai aksen dalam cerita mereka. Tidak sedikit pula yang menggunakan kata senja dalam judulnya.
Sebuah buku yang akan saya bahas kali ini merupakan sebuah kumpulan cerpen yang ditulis oleh Bernard Batubara. Kalian bisa mengetikkan namanya di Google lalu menemukan begitu banyak buku yang telah dia tulis. Bara, panggilan akrabnya, juga aktif menulis di website pribadinya www.bisikanbusuk.com
Kumpulan cerpen pertama Bara ini berjudul Milana, Perempuan yang Menungu Senja.
Jika boleh jujur, Milana bukan buku pertama Bara yang saya baca. Justru dari sekian banyak kumpulan cerpen Bara, selain Metamorfora Padma, Milana yang sudah terbit sejak 2013 adalah buku yang paling belakangn saya baca.
Sebelum Milana diluncurkan, saya sudah mengikuti Bara di twitter. Promosi Milana dilakukan begitu kencang saat itu. Anehnya saya tidak antusias. Saya sudah memberikan ekspektasi yang buruk terkait cerpen bertema senja. Tipikal cerita-cerita tentang senja.
Overrated dan membosankan.
Beberapa minggu lalu, salah seorang editor yang saya
follow di Instagram sedang menjual beberapa buku bekas. Milana salah satunya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya saya memutuskan untuk membeli Milana dan buku lainnya. Kebetulan Milana yang dijualnya masih bersampul oranye, sampul versi lama.
|
Milana dengan sampul terbaru.
Sumber: www.gramedia.com |
Tanpa ekspektasi yang tinggi, saya pun mulai membaca Milana. Huruf per huruf. Kalimat per kalimat. Hingga halaman demi halaman saya selesaikan. Tidak seperti kumpulan cerpen lainnya, cerpen utama dari buku ini justru disimpan di paling belakang. Sebelum memakan hidangan utama, saya disuguhi banyak hidangan pembuka yang sangat lezat.
Kumpulan cerpen Milana menceritakan banyak kisah cinta yang manis, tragis, dan magis. Bara mengolah kata menjadi sebuah cerita dengan sangat baik. Saya sangat menyukai tulisan Bara karena kemampuannya mencuri sudut pandang lain yang terlewatkan. Bara bisa bercerita sebagai benda-benda mati di pagi hari yang bahkan terlalu biasa jika kita lalui sendiri. Bara juga mengisahkan tentang cinta yang terpendam, cinta yang dikhianati, dan cinta-cinta lainnya yang mungkin tidak kita begitu perhatikan.
Alur cerita dan pemilihan kata dari kumpulan cerpen ini pun sangat bagus. Kamu yang menyempatkan membaca buku ini tidak akan menyesali waktu yang sudah kamu luangkan.
Tentang senja, aksen dari kumpulan cerpen ini masih belum membuat saya terpana. Saya tidak mengatakan cerpen utama dari Milana buruk. Hanya saja, cerpen dengan judul lainnya mampu membuat saya terpana.
Itulah cerita singkat saya tentang buku Milana. Jika kamu pernah membaca buku ini jangan sungkan untuk berdiskusi di kolom komentar. Atau jika kamu ingin menyarankan buku serupa Milana kepada saya juga silakan untuk menuliskannya di bawah artikel ini.
Review ini sangat banyak kekurangannya. Saya gak jago nge
review kayak
book blogger lainnya. Semoga tetap berkenan ya.
See you~