Pages

Pindahan

Monday 25 December 2017

My Current Logo


Hai!
Ada sebuah kabar gembira yang ingin saya sampaikan. Akhirnya saya memiliki laman dengan domain saya sendiri. So, buat kalian yang mau baca tulisan saya bisa kunjungi link di bawah ini ya.

kertasvirtual.com


Selain ngeblog, saya juga aktif di Instagram, kadang aktif di Goodreads dan Wattpad. Boleh banget kalau mau ngobrol soal buku, oppa oppa korea, atau isu terhangat kala ini. Jangan lupa mampir ke laman saya ya :)

Growing Up!: Mataku (Bukan) Matamu

Friday 6 October 2017

Gak ada satu orang pun yang sama di dunia ini. Bahkan mereka yang kembar sekalipun. Kecuali ada manusia kloning yang berhasil diciptakan, mereka pasti memiliki semua bagian tubuhnya yang sama persis.

Di tulisan kali ini saya gak mau bahas soal kelebihan atau kekurangan fisik. I wanna talk about perspective. Ada apa dengan perspektif?

Jadi begini, belakangan ini sedang heboh dibukanya pendaftaran CPNS. Percayalah saat 5 September kemarin, hampir semua grup line saya penuh berisikan informasi terkait pendaftaran CPNS.

Hubungannya sama tulisan ini apa?

Jadi begini (lagi), saya gak pernah tertarik dan berminat untuk berkerja sebagai PNS. Kalau saya daftar itu pasti karena desakan yang tak terhindarkan dari keluarga yang sampai saat ini sih Alhamdulillah gak ada desakan. Saya punya banyak alasan mengapa saya tidak ingin menjadi PNS.

Meskipun saya tidak pernah ingin menjadi PNS, saya tidak menilai buruk atau menghambat atau menghasut mereka yang mau daftar. Istilahnya apa ya, itu pilihan dan hak hidup masing-masing. Kita punya mata yang berbeda, tentunya sudut pandang kita berbeda.

Zaman masih idealis banget (kayaknya sampe sekarang masih idealis sih), saya selalu merasa pilihan saya benar. Pilihan yang orang lain pilih itu salah dan bahkan saya memandang mereka dengan tatapan menyedihkan. Well, saya tahu saya ngeselin.

Hari demi hari, saya paham hal yang saya tulis di dua paragraf sebelumnya, mata kita berbeda tentu sudut pandangnya akan berbeda. Sesekali memang perlu untuk menempatkan diri di posisi orang lain.

Sebagai contoh lain, bagi sebagian orang menikah di penghujung umur 20 tahun adalah hal yang memalukan dan harus dihindari. Namun, apakah kalian yang berpikir seperti itu tidak pernah mencoba meluaskan sudut pandang. Bagaimana jika perempuan yang belum menikah itu lebih memilih mengejar karir agar bisa menghidupi kedua orang tua dan adik-adiknya. Bagaimana jika dia yang belum mau menikah masih memiliki tujuan mulia semisal, membuka usaha sosial, membuka yayasan, dan mengabdi untuk ini dan itu?

Banyak alasan seseorang menetapkan pilihan dan keputusan. Saya menulis ini agar menjadi pengingat bahwa mata saya bukan mata kamu atau mata dia. Kita punya pilihan berbeda. Kuncinya hanya satu, tetap saling menghargai.

Book Review: Milana, Perempuan yang Menunggu Senja

Thursday 24 August 2017

Milana - Foto oleh saya
Saya bukan pengagum senja. Saya mengagumi langit tapi tidak dengan langit senja. Alasannya sederhana, senja terlalu overrated. Secara subjektif, saya lebih suka langit berwarna biru terutama langit saat pukul 10 pagi dan 2 siang.

Kembali lagi pada senja. Senja yang tidak begitu saya sukai membuat saya menghindari hal-hal yang berkaitan dengan senja. Semisal tema atau judul buku. Percayalah di luar sana sangat banyak penulis yang menjadikan senja sebagai aksen dalam cerita mereka. Tidak sedikit pula yang menggunakan kata senja dalam judulnya.

Sebuah buku yang akan saya bahas kali ini merupakan sebuah kumpulan cerpen yang ditulis oleh Bernard Batubara. Kalian bisa mengetikkan namanya di Google lalu menemukan begitu banyak buku yang telah dia tulis. Bara, panggilan akrabnya, juga aktif menulis di website pribadinya www.bisikanbusuk.com

Kumpulan cerpen pertama Bara ini berjudul Milana, Perempuan yang Menungu Senja.

Jika boleh jujur, Milana bukan buku pertama Bara yang saya baca. Justru dari sekian banyak kumpulan cerpen Bara, selain Metamorfora Padma, Milana yang sudah terbit sejak 2013 adalah buku yang paling belakangn saya baca.

Sebelum Milana diluncurkan, saya sudah mengikuti Bara di twitter. Promosi Milana dilakukan begitu kencang saat itu. Anehnya saya tidak antusias. Saya sudah memberikan ekspektasi yang buruk terkait cerpen bertema senja. Tipikal cerita-cerita tentang senja. Overrated dan membosankan.

Beberapa minggu lalu, salah seorang editor yang saya follow di Instagram sedang menjual beberapa buku bekas. Milana salah satunya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya saya memutuskan untuk membeli Milana dan buku lainnya. Kebetulan Milana yang dijualnya masih bersampul oranye, sampul versi lama.

Milana dengan sampul terbaru.
Sumber: www.gramedia.com 
Tanpa ekspektasi yang tinggi, saya pun mulai membaca Milana. Huruf per huruf. Kalimat per kalimat. Hingga halaman demi halaman saya selesaikan. Tidak seperti kumpulan cerpen lainnya, cerpen utama dari buku ini justru disimpan di paling belakang. Sebelum memakan hidangan utama, saya disuguhi banyak hidangan pembuka yang sangat lezat.

Kumpulan cerpen Milana menceritakan banyak kisah cinta yang manis, tragis, dan magis. Bara mengolah kata menjadi sebuah cerita dengan sangat baik. Saya sangat menyukai tulisan Bara karena kemampuannya mencuri sudut pandang lain yang terlewatkan. Bara bisa bercerita sebagai benda-benda mati di pagi hari yang bahkan terlalu biasa jika kita lalui sendiri. Bara juga mengisahkan tentang cinta yang terpendam, cinta yang dikhianati, dan cinta-cinta lainnya yang mungkin tidak kita begitu perhatikan.

Alur cerita dan pemilihan kata dari kumpulan cerpen ini pun sangat bagus. Kamu yang menyempatkan membaca buku ini tidak akan menyesali waktu yang sudah kamu luangkan.

Tentang senja, aksen dari kumpulan cerpen ini masih belum membuat saya terpana. Saya tidak mengatakan cerpen utama dari Milana buruk. Hanya saja, cerpen dengan judul lainnya mampu membuat saya terpana.

Itulah cerita singkat saya tentang buku  Milana. Jika kamu pernah membaca buku ini jangan sungkan untuk berdiskusi di kolom komentar. Atau jika kamu ingin menyarankan buku serupa Milana kepada saya juga silakan untuk menuliskannya di bawah artikel ini.

Review ini sangat banyak kekurangannya. Saya gak jago ngereview kayak book blogger lainnya. Semoga tetap berkenan ya.

See you~



Growing Up! : Pasangan Hidup

Sunday 20 August 2017

Photo by Bethany Legg on Unsplash

Tentang pasangan hidup, topik yang tidak akan pernah habis jika terus menerus dibicarakan. Mungkin di antara kalian ada yang sudah menemukan pasangan hidup masing-masing. Mungkin juga ada yang sedang mencari pasangan hidup. Atau barangkali tidak sedikit di antara kalian yang tidak pernah terpikirkan untuk memiliki pasangan hidup.

Percaya atau tidak, saya tidak pernah pacaran. Selama 20 tahun hidup saya, saya belum memiliki hubungan spesial dengan lawan jenis saya. Saya juga tidak tergoda dan terpengaruhi seruan-seruan untuk menikah muda yang sering ditemui di sosial media.

Sejujurnya dulu saya pernah sih berpikir untuk menikah muda tepatnya saat saya berumur 23 tahun. Dulu saya pernah ditanya oleh salah satu pementor saya di kampus, beliau menanyakan kapan sekiranya saya ingin menikah. Saya pun menjawab dengan sangat lugas umur 23 tahun. Bukan karena saya sudah punya pasangan atau saya ingin menikmati "indahnya" rumah tangga, saya menyebutkan angka tersebut dengan alasan bahwa saat saya berumur 23 tahun, teman-teman satu angkatan kuliah saya sudah berumur rata-rata 25 tahun. Kemungkinan besar mereka sudah menikah dan saya pikir agar lebih nyambung mengobrol dengan mereka saya juga akan menargetkan menikah pada umur 23 tahun. Selisih 2 tahun dari umur saya dengan mereka.

Itu dulu, saat saya masih berumur 17 atau 18 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, saya merasa pemikiran itu konyol sekali. Sekarang saya sadar menikah dan memiliki pasangan hidup bukan sekedar ikut-ikutan orang. Keputusan memiliki pasangan hidup pun seharusnya bukan karena tuntutan lingkungan.

Mencari pasangan hidup tidak semudah membeli buah segar di supermarket (walau kadang mencari buah berkualitas baik di supermarket juga susah). Bagi saya pribadi memutuskan untuk menjalin hubungan serius dan memiliki pasangan hidup sama susahnya seperti mengenali diri sendiri. Sebagian orang menganut kepercayaan bahwa pasangan hidup merupakan cerminan diri. Tidak sedikit juga yang mengamini bahwa pasangan hidup adalah pelengkap dan penutup dari kekurangan yang kita miliki.

Saya menganut yang mana? You'll find out if you read.

Sampai saat ini saya tidak memiliki gambaran diri saya yang terikat dalam suatu hubungan seperti pernikahan. Saya tidak punya target kapan menikah. Saya pikir, saya terlalu cuek dan mandiri, sehingga saya tidak begitu memikirkan kehadiran seseorang untuk menjadi pasangan hidup saya. Sampailah beberapa minggu lalu saya terlibat percakapan dengan sahabat saya. Kami membicarakan tentang masalah dan kesulitan yang kami hadapi dalam hidup hingga saya, entah bagaimana bisa, tiba-tiba saja menuliskan sebuah kalimat.

"Mungkin benar, orang-orang mencari pasangan hidup bukan untuk bersandar ketika ada masalah. Sandaran utama tetap Allah SWT, hanya saja semakin bertambah umur semakin kita sadar bahwa seseorang membutuhkan pasangan untuk sama-sama menghadapi masalah yang ada di dunia."

Kalimat yang tulis di sini sudah dalam bentuk pengubahan. Intinya, cara pandang saya tentang pasangan hidup berubah. Ketika saya memutuskan untuk memiliki pasangan hidup nantinya, berarti saya menganggap dia menjadi partner terbaik dalam mencapai berbagai tujuan, dunia maupun akhirat.

Berat. Sungguh. Menulis soal pasangan hidup saja sudah berat apalagi membina hubungan dengan seseorang sebagai pasangan hidup. Saya salut bagi mereka yang sudah memutuskan untuk memiliki pasangan hidup terutama diusia yang masih muda.

Well, itu dia sedikit pemikiran saya tentang pasangan hidup. Sepertinya jika menuliskan tentang topik ini bisa-bisa akan ada banyak part tersendiri lalu nantinya jadi book-ception haha. Anyway, semoga tulisan ini berkenan. Apapun yang buruk dari tulisan ini jangn diambil ya. Yang bagus-bagus monggo bisa dikaji lagi.

See you! Happy holiday everyone~

Growing Up! : Introduction

Monday 14 August 2017

Well, saya kembali dengan ide baru yang menurut saya pribadi sangat menarik (terlalu percaya diri seperti biasa). Kali ini sesuai judulnya, saya ingin mengenalkan kepada kalian pembaca blog saya, bahwa saat ini saya akan mengerjakan sebuah proyek menulis sederhana. Sebelumnya, saya ingin menginformasikan bahwa proyek ini akan saya tampilkan di blog ini juga di akun wattpad saya.

Saya sendiri yang bikin haha


Growing Up!

Sebuah poyek menulis non profit yang saya kerjakan ini sebenarnya tidak jauh dari tulisan saya pada umumnya. Growing Up! bisa dibilang sebuah kumpulan tulisan hasil pemikiran saya yang saat ini sedang tumbuh dan memasuki fase kedewasaan. Sebuah percakapan dengan teman dekat belakangan ini membuat saya sadar bahwa saya sedang berada di koridor itu, dimana cara berpikir dan cara saya memandang sesuatu sudah berubah.

Saya berubah. Setiap orang berubah. Masing-masing dari kita mungkin sedang menjadi fase ini, sudah melaluinya atau baru mengalaminya. Perubahan itu dibutuhkan terutama jika itu membawa dampak yang baik pribadi masing masing.

Meski bagi sebagian orang, saya masih dianggap muda dengan umur 20 tahun dan sebagian orang lainnya menganggap saya anak kecil atau bocah (umumnya orang-orang dilingkungan saya berusia lebih tua). Saya harap proyek menulis ini akan memberikan manfaat yang besar bagi saya pribadi dan juga bagi kalian yang membaca. Walaupun tulisan saya ke depannya seperti sebuah bualan, saya berharap siapapun yang membacanya ikut menelisik isu yang saya angkat, setidaknya sedikit memikirkan apa yang saya tuliskan.

So, sampai jumpa di tulisan pertama proyek Growing Up! nanti. Bye~




 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS